Sabtu, 30 Mei 2020

MAKALAH ANALISIS PUTUSAN PERCERAIAN PENGADILAN AGAMA NOMOR1045/Pdt.G/2018/PA.Sda


ANALISIS PUTUSAN PERCERAIAN PENGADILAN AGAMA
NOMOR1045/Pdt.G/2018/PA.Sda

Dosen Pengampu : Dosen : W. Danang Widoyoko, SHI., MH., CLA


Oleh:

Tsania Aziziyah
17.111.111.67

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BHAYANGKARA
SURABAYA
2018 – 2019

________________________________________________


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Puji syukur saya penjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan makalah ini yang berjudul “Analisis Putusan Pengadilan Agama”. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi Ujian Akhir Semester Tiga (3) oleh dosen pengampu matakuliah Hukum Islam Bapak Wredha Danang Widoyoko di Universitas Bhayangkara Surabaya.

Makalah ini ditulis dari hasil ungkapan pemikiran sayasendiri yang bersumber dari internet dan buku sebagai referensi, tak lupa saya mengucapkan banyak terima kasih kepada pengajar mata kuliah Hukum Islam atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.

Dalam Penulisan makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang saya miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan penulisan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, serta menambah wawasan dan pengetahuan. Aamiin. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.

Surabaya, Desember 2018


Penulis

________________________________________________

DAFTAR ISI


COVER i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 5

1.3 Tujuan 5

BAB II PEMBAHASAN 6

A. Kasus Posisi 6

B. Dasar Pertimbangan Hakim 10

C. Putusan 14

D. Analisis Putusan Perkara 15

BAB III PENUTUP 17

3.1 Kesimpulan 17

3.2 Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 19


________________________________________________


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perceraian merupakan sesuatu yang dapat timbul atau terjadi karena adanya suatu ikatan perkawinan. Ikatan perkawinan seperti halnya disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan bahwa “perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah”, dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Adanya pengaturan mengenai perkawinan seperti Kompilasi Hukum Islam dan UU No 1 Tahun 1974 adalah untuk memberikan perlindungan hukum bagi adanya hubungan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan perempuan dalam suatu ikatan resmi yang sering disebut sebagai ikatan perkawinan.

Putusnya perkawinan karena perceraian ada dua istilah, yaitu : Cerai Gugat dan Cerai Talak. Sebagaimana dalam Kompilasi hukum Islam pasal 114 dijelaskan bahwa perceraian yang diputuskan atas inisiatif suami disebut “cerai talak” sedangkan perceraian yang ditetapkan atas gugatan isteri disebut “cerai gugat”.

Talak disyariatkan tidak lain hanya untuk kebaikan bersama bagi pihak istri dan suami dalam urusan rumah tangga dan talak merupakan sesuatu yang darurat untuk menjadi jalan keluar terakhir dari berbagai persoalan keluarga.

Talak ada dua macam, pertama talak raj’i, yaitu talak yang dijatuhkan oleh seorang suami atas isterinya yang sudah pernah dicampuri secara hakiki. Apabila isteri belum pernah dicampuri secara hakiki atau ditalak  tebusan atau ditalak sudah tiga kali maka talaknya dinamakan talak bain.

Kedua talak ba’in, yaitu talak yang tidak memberi hak merujuk bagi bekas suami terhadap bekas isterinya, untuk mengembalikan bekas isterinya kedalam ikatan perkawinan dengan bekas suami harus melalui akad nikah baru, lengkap dengan rukun dan syaratnya. 

Talak ba’in ada dua macam, pertama talak ba’in sughra yaitu : talak yang menghilangkan pemilikan bekas suami terhadap bekas isteri tetapi tidak menghilangkan kehalalan bekas suami untuk kawin kembali dengan bekas isteri, artinya bekas suami boleh mengadakan akad nikah baru dengan bekas isteri baik dalam masa iddahnya maupun sudah habis masa iddahnya.

Kedua talak ba’in kubra, hukumnya sama dengan ba’in sughra yaitu memutus tali perkawinan, tetapi talak bain kubra tidak menghalalkan bekas suami merujuk perempuannya lagi, kecuali setelah perempuannya tersebut kawin dengan laki-laki lain dalam arti, kawin yang sebenarnya dan pernah disetubuhi tanpa ada niat kawin tahlil.

Hukum islam memberikan hak cerai kepada isteri yang sering disebut khuluk. Istilah khuluk ini dijelaskan dalam fiqih klasik dimaknai sebagai perceraian atas nisiatif pihak isteri, yang diajukan oleh pihak isteri kepada suami dengan beberapa alasan-alasan tertentu dengan cara menyerahkan kembali mahar yang pernah diterima pada waktu menikah sebagai iwadh baik sebagian maupun seluruhnya dan suami dapat menerimanya kembali.

Isteri memiliki kesamaan hak dengan suami untuk mengajukan tuntutan perceraian. Tuntutan perceraian yang diajukan dapat dinyatakan sah oleh hakim jika dilakukan dihadapan pengadilan.

Pihak yang ingin melakukan perceraian harus mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 39 ayat (1) UU No. 1 Th. 1974 yang menentukan bahwa “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”. 

Perceraian harus dilakukan didepan sidang pengadilan, semata-mata ditujukan demi kepastian hukum dari perceraian itu sendiri. Seperti diketahui bahwa putusan yang berasal dari lembaga peradilan mempunyai kepastian hukum yang kuat, dan bersifat mengikat para pihak yang disebutkan dalam putusan itu. Dengan adanya sifat yang mengikat ini, maka para pihak yang tidak mentaati putusan pengadilan dapat dituntut sesuai hukum yang berlaku. 

Perceraian dalam cerai gugat, yaitu perceraian yang diajukan gugatan cerainya oleh dan atas inisiatif isteri kepada Pengadilan Agama yang dianggap terjadi dan berlaku beserta segala akibat hukumnya yang jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Berdasarkan pengertian dari cerai gugat diatas, berarti cerai gugat itu sendiri bisa disamakan dan masuk kepada khulu’. Jika seperti itu adanya maka khulu’ itu sendiri adalah perceraian yang terjadi atas permintaan isteri dengan memberikan iwadh atau tebusan kepada dan atas persetujuan suami.

Ulama fiqih juga berbeda pendapat tentang keharusan membayar iwadh. Menurut Hanafi, Mlikiyyah dan dalam satu riwayat madzhab Hanbali berpendapat, khulu’ terjadi dengan tanpa iwadh. Sedangkan pendapat yang rajih menurut madzhab Hanbali adalah sesungguhnya iwadh adalah rukun khulu’. Jika suami mengkhulu’ isterinya dengan tanpa iwadh tidak jatuh khulu’ dan tidak jatuh pula talak, kecuali jika khulu’ diucapkan dengan lafadh talak, maka jatuhlah talak raj’i.

Sedangkan menurut madzhab syafi’i, bahwa khulu’ tidak sah kecuali harus memakai iwadh karena khuluk itu ialah perpisahan antara suami isteri dengan iwadh dan dengan lafadh talak atau khuluk. Seperti ucapan seorang suami kepada isterinya, “aku talak kamu atau aku khuluk kamu berdasarkan ini”.

Mengenai hal ini, Malik, Syafi’i dan segolongan fuqaha berpendapat bahwa seorang isteri boleh melakukan khulu’ dengan memberikan harta yang lebih banyak dari mahar yang  diterimanya dari suaminya jika kedurhakaan datang dari pihaknya, atau memberikan yang sebanding dengan mahar atau lebih sedikit.

Dalam persyaratan iwadh yang telah dijelaskan diatas, memang terjadi perbedaan pendapat antara ulama fiqh, yang membedakannya adalah jika si isteri sudah tidak kuat dan tidak sanggup lagi mempertahankan rumah tangganya yang disebabkan oleh ulah si suami, maka iwadh bukan menjadi suatu keabsahan dalam khulu’.

Uniknya di dalam surat putusan pengadilan khususnya pada isi dari alasan isteri mengajukan gugat cerai ialah sudah tidak ada lagi keharmonisan dalam rumah tangga yang disebabkan oleh ulah suami, baik itu dalam putusan yang menjatuhkan talak satu bain sughra dan talak satu khul’i. Jika pengadilan merujuk pada pendapat ulama diatas, maka keabsahan dari khulu’ adalah dengan membayar iwadh.

Perceraian dengan jalan khulu’ juga merupakan tatacara khusus yang diatur dalam pasal 1 huruf i,8,124,131,148,155,161, dan 163 perceraian dengan khulu’ karena pelanggaran taklik talak maka penyelesaiannya dilakukan dengan tata cara cerai gugat.

Pada kenyataanya terdapat perbedaan dalam amar putusan pengadilan tentang cerai gugat. Adapun putusan Pengadilan Agama terkait putusnya perkawinan karena cerai gugat dalam amar putusannya berbunyi: “Menjatuhkan talak satu bain sughra tergugat (fulan bin fulan) terhadap penggugat (fulanah binti fulan)”, serta “Menjatuhkan talak satu khul’i dengan iwadh sebesar . . . . . . “.

Di dalam Kompilasi Hukum Islam tidak dijelaskan mengenai talak satu khul’i yang ada hanyalah talak satu bain sughra terkait perkara cerai gugat.

Dengan demikian, maka dapat disimpulkanbahwa adanya perkawinan dapat menimbulkan suatu akibat-akibat yang oleh karena akibat tersebut membutuhkan suatu hukum yang mengaturnya agar tidak menimbulkan permasalahan-permasalahan di kemudian hari. Meskipun telah diatur sedemikian rupa, adanya ikatan perkawinan berakibat pada putusnya perceraian juga, yang diantaranya adalah perceraian. Secara hukum, perceraian merupakan salah satu kasus yang ditangani oleh Lembaga Peradilan.

Pengadilan Agama sebagai salah satu Lembaga Peradilan di Indonesia, merupakan peradilan khusus. Dikatakan peradilan khusus karena Pengadilan Agama mengadili perkara – perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat tertentu (yang beragama Islam). Peradilan Agama hanya berwenang dibidang perdata tertentu saja, tidak dalam bidang pidana dan juga hanya untuk orang – orang beragama Islam di Indonesia.

Data di Pengadilan Agama (PA) Sidoarjo menunjukkan, bahwa tercatat dalam waktu setahun terakhir sebanyak 4.728 kasus perceraian yang masuk ke Pengadila Agama tersebut. Dalam penulisan makalah ini, penulis akan menganalisis salah satu Putusan Pengadilan Agama Sidoarjo mengenai Perceraian dengan Nomor Putusan 1045/Pdt.G/2018/PA.Sda.


1.2 Rumusan Masalah

Analisis Putusan Pengadilan Agama Sidoarjo Nomor 1045/ Pdt.G/2018/PA.Sda”


1.3 Tujuan

  1. Untuk memenuhi UAS mata kuliah Hukum Islam;

  2. Menjadi bahan referensi dalam Putusan Pengadilan Agama mengenai Perceraian

________________________________________________

BAB II
PEMBAHASAN

  1. Kasus Posisi

Penggugat dengan Tergugat telah menikah sah menurut agama Islam pada tanggal 16 Desember 2016, dihadapan Pegawai Pencatat Nikah Krian sebagaimana terbukti dalam Kutipan Akta Nikah Nomor 0880/39/XII/2016  tanggal 16 Desember 2016;

Setelah melangsungkan perkawinan Penggugat dan Tergugat telah hidup bersama sebagaimana layaknya suami istri dan tinggal bersama di rumah orang tua Tergugat di Desa Sidorejo, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo;

Selama membina perkawinan tersebut Penggugat dan Tergugat sebelum menikah pernah melakukan hubungan badan dan juga setelah menikah melakukan hubungan layaknya suami isteri dan sudah dikaruniai 1 anak bernama Anak I (1) yang saat ini tinggal dan diasuh oleh Penggugat; 

Semula kehidupan rumah tangga Penggugat dan Tergugat berjalan tentram, bahagia dan harmonis akan tetapi sejak bulan  Februari 2017 rumah tangga Penggugat dan Tergugat mulai goyah, sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan: a. Tergugat tidak memberi nafkah belanja kepada Penggugat sejak November 2017; b. Tergugat memakai obat-obatan terlarang; c. Tergugat melakukan kekerasan dalam rumah tangga; d. Tegugat memiliki hubungan dengan perempuan lain;

Perselisihan dan pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat tersebut memuncak dan meskipun telah di tempuh upaya damai namun tidak berhasil, akhirnya sejak bulan November tahun 2017 Penggugat pulang ke rumah orang tuanya meninggalkan Tergugat,sehingga antara Penggugat dan Tergugat sekarang telah pisah rumah selama 4 bulan;

Dengan kejadian tersebut rumah tangga antara Penggugat dengan Tergugat  sudah tidak lagi dapat dibina dengan baik sehingga tujuan perkawinan untuk membentuk rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah sudah sulit dipertahankan lagi, dan karenanya agar masing-masing pihak tidak lebih jauh melanggar norma hukum dan norma agama maka perceraian merupakan alternative terakhir untuk menyelesaikan permasalahan rumah tangga antara Penggugat dengan Tergugat; 

Penggugat bersedia membayar biaya perkara yang timbul akibat gugatan Penggugat  tersebut.

Atas dasar alasan-alasan tersebut, Penggugat mohon kepada Pengadilan Agama Sidoarjo, untuk berkenan menerima, memanggil dan memeriksa Penggugat dan Tergugat, selanjutnya menjatuhkan putusan sebagai berikut  :

Primer :

  1. Menjatuhkan talak satu ba’in sughro Tergugat (TERGUGAT) terhadap Penggugat (PENGGUGAT);  

  2. Membebankan  kepada Penggugat untuk membayar biaya perkara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Subsider :

Atau apabila Pengadilan Agama Sidoarjo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.

Bahwa pada hari sidang yang telah ditentukan Penggugat  hadir di persidangan, sedangkan Tergugat tidak datang ke persidangan dan tidak pula menyuruh orang lain untuk menghadap sebagai wakilnya tanpa alasan yang sah meskipun menurut relaas panggilan nomor 1045/Pdt.G/2018/PA.Sda tanggal 26 Maret 2018 dan tanggal 18 April 2018 telah dipanggil secara sah dan patut untuk hadir di persidangan namun tidak hadir;

Bahwa oleh karena pihak Tergugat tidak pernah hadir di persidangan, maka perkara ini tidak layak dilakukan Mediasi, namun selama persidangan berlangsung majelis Hakim memberikan nasehat agar Penggugat berdamai dan kembali rukun sebagai suami isteri bersama Tergugat, akan tetapi upaya tersebut tidak berhasil. Selanjutnya pemeriksaan dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan Penggugat yang isinya tetap dipertahankan oleh Penggugat; Bahwa atas gugatan Penggugat tersebut, Tergugat tidak dapat didengar tanggapan/jawabannya karena ia tidak pernah hadir di muka sidang; 

Bahwa untuk meneguhkan dalil gugatannya, Penggugat telah mengajukan bukti  surat berupa : 

  1. Fotokopi Kutipan Akta Nikah Nomor 0880/39/XII/2016 tanggal 16 Desember 2016 yang dikeluarkan oleh PPN pada KUA Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo, (P-1);

  2. Fotokopi Surat Keterangan atas nama Penggugat, Nomor 3515112003/Surket/01/151117/0004, tanggal 15 Nopember 2017, yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Sidoarjo, (P-2); 

  3. Fotokopi Akta Kelahiran atas nama Anak I nomor 3515-LT-02012018-0042 tanggal 02-01-2018 yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Sidoarjo, (P-5); 

  4. Foto screanshoot , (P-4); 

Bahwa selain bukti tertulis sebagaimana terebut di atas, Penggugat juga telah menghadirkan saksi di muka sidang sebagai berikut :

Saksi I, umur 53 tahun, agama Islam, pekerjaan Karyawan Swasta, tempat tinggal di Kabupaten Sidoarjo, didalam sidang saksi memberikan keterangan diatas sumpah yang pokoknya adalah sebagai berikut : Ibu kandung 

  • Bahwa Saksi adalah Ibu kandung dari Penggugat; 

Bahwa Saksi mengetahui Penggugat dengan Tergugat sebagai suami istri yang menikah kira kira padatahun 2016;

  • Bahwa Saksi mengetahui selama dalam pernikahan Penggugat dengan Tergugat  tinggal dan membina rumah tangga di rumah orang tua Tergugat di Desa Sidorejo, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo; 

  • Bahwa Saksi mengetahui selama dalam pernikahan Penggugat dan Tergugat sudah hidup seperti layaknya suami isteri dan sudah dikaruniai  1 anak Anak I (1) yang saat ini tinggal dan diasuh oleh Penggugat; 

  • Bahwa Saksi melihat, pada awalnya  Penggugat dan Tergugat hidup rukun sebagaimana layaknya suami isteri, namun sebelum berpisah Saksi mendengar penuturan Penggugat bahwa Penggugat sering  berselisihan dan bertengkar dengan Tergugat; 

  • Bahwa Saksi diberitahu Penggugat penyebab pertengkaran tersebut karena Tergugat suka KDRT dan Tergugat menjalin hubungan cinta dengan perempuan lain; 

  • Bahwa Saksi melihat setelah Penggugat pulang ke rumah orang tuanya meninggalkan Tergugat, Penggugat dengan Tergugat  pisah rumah sampai sekarang sudah 4 bulan dan sejak saat itu mereka tidak lagi hidup dan menjalankan kewajiban sebagai layaknya suami istri;

  • Bahwa Saksi telah berulang kali berusaha merukunkan mereka tapi sampai sekarang tetap tidak berhasil, sehingga Saksi tidak sanggup lagi mendamaikan mereka.

Saksi II, umur 70 tahun, agama Islam, pekerjaan karyawan Swasta, tempat tinggal di Kabupaten Sidoarjo, didalam sidang saksi memberikan keterangan diatas sumpah yang pokoknya adalah sebagai berikut : ayah kandung

  • Bahwa Saksi mengenal dengan kedua belah pihak yang berperkara karena Saksi adalah ayah kandung Penggugat; 

  • Bahwa Saksi mengetahui bahwa Penggugat dengan Tergugat adalah sebagai suami isteri yang menikah sekitar tahun 2016; 

  • Bahwa Saksi mengetahui selama membina rumah tangga Penggugat dengan Tergugat bertempat tinggal rumah orang tua Tergugat di Desa Sidorejo, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo; 

  • Bahwa Saksi mengetahui setelah menikah Penggugat dan Tergugat telah hidup layaknya suami isteri dan sudah dikaruniai  1 anak Anak I (1) yang saat ini tinggal dan diasuh oleh Penggugat; 

  • Bahwa Saksi diberitahu Penggugat bahwa  Penggugat dan Tergugat sering berselisih dan bertengkar; 

  • Bahwa Saksi diberitahu Penggugat bahwa Penggugat berselisih dan bertengkar dengan Tergugat disebabkan karena Tergugat suka KDRT dan Tergugat menjalin hubungan cinta dengan perempuan lain; 

  • Bahwa Penggugat pulang ke rumah orang tuanya meninggalkan Tergugat sehingga Penggugat dan Tergugat pisah rumah sampai sekarang sudah 4 bulan dan setelah itu Penggugat dengan Tergugat tidak pernah berhubungan dan tidak saling menjalankan kewajiban sebagai suami istri;

  • Bahwa Penggugat dengan Tergugat sudah pernah didamaikan oleh keluarga juga oleh saksi sendiri akan tetapi tidak berhasil.

Bahwa Penggugat telah menyampaikan kesimpulannya yang pada pokoknya tetap mempertahankan gugatannya.


  1. Dasar Pertimbangan Hakim

Menimbang, bahwa Majelis Hakim untuk memenuhi maksud Pasal 130 HIR Jo. Pasal 82 ayat (1) dan (4) Undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama Jo. Pasal 31 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975  serta Peraturan Mahkamah Agung RI. Nomor 01 Tahun 2016, maka  selama persidangan berlangsung majelis Hakim memberikan nasehat agar Penggugat berdamai dan kembali rukun sebagai suami isteri bersama Tergugat, akan tetapi upaya tersebut tidak berhasil;

Menimbang, bahwa perkara ini termasuk dalam bidang perkawinan yang dilaksanakan berdasar Hukum Islam, maka berdasarkan Pasal 49 UndangUndang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Pasal I angka 37, Pasal 49 huruf (a) beserta penjelasannya angka (9), maka perkara a quo menjadi kewenangan absolut Pengadilan Agama; 

Menimbang, bahwa dalam gugatannya Penggugat menyatakan tempat tinggal Penggugat berada diwilayah hukum Pengadilan Agama Sidoarjo, maka berdasarkan Pasal 73 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 perkara a quo merupakan kewenangan relatif Pengadilan Agama  Sidoarjo; 

Menimbang, bahwa Penggugat mendalilkan telah menikah dengan Tergugat berdasarkan Hukum Islam kemudian karena sering terjadi pertengakaran maka Penggugat menuntut agar Pengadilan Agama Sidoarjo menjatuhkan talak satu ba’in sugro Tergugat  terhadap Penggugat, oleh karenanya berdasarkan Pasal 39 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Jo Pasal 73 ayat (1)  Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Penggugat mempunyai legal standing untuk mengajukan perkara gugatan tersebut;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan–pertimbangan tersebut dan karena gugatan Penggugat telah memenuhi syarat formal suatu gugatan maka terhadap petitum gugatan Penggugat angka 1 yang meminta Pengadilan menerima gugatan Penggugat secara formal dapat diterima untuk diperiksa; 

Menimbang, bahwa yang menjadi pokok gugatan Penggugat adalah agar Pengadilan Agama Sidoarjo menjatuhkan talak satu ba’in sugro Tergugat terhadap Penggugat dengan alasan bahwa antara Penggugat dan Tergugat sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan karena : a. Tergugat tidak memberi nafkah belanja kepada Penggugat sejak November 2017; b. Tergugat memakai obat-obatan terlarang; c. Tergugat melakukan kekerasan dalam rumah tangga; d. Tegugat memiliki hubungan dengan perempuan lain; Kemudian bulan November tahun 2017 Penggugat pulang ke rumah orang tuanya meninggalkan Tergugat, sehingga antara Penggugat dan Tergugat sekarang telah pisah selama pisah rumah selama 4 bulan meskipun telah di tempuh upaya damai namun tidak berhasil; 

Menimbang, bahwa meskipun Tergugat tidak hadir dan tidak menyampaikan bantahan terhadap gugatan Penggugat namun berdasarkan prinsip menegakkan kebenaran dan keadilan ( to enforce the truth and justice) dan untuk memenuhi ketentuan Pasal 76 Undang-undang nomor 7 tahun 1989 Jo. Pasal 22 Peraturan Pemerintah RI. nomor 9 tahun 1975, Majelis berpendapat bahwa Penggugat wajib membuktikan dalil gugatannya; 

Menimbang bahwa untuk membuktikan dalil-dalilnya Penggugat telah mengajukan alat bukti tertulis yakni bukti P-1, P-2, P-3 dan P-4  serta saksi I dan saksi II yang selengkapnya akan dipertimbangkan lebih lanjut; Menimbang bahwa bukti P-1, P-2, P-3 dan P-4 adalah akta otentik yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, bermeterai cukup dan cocok dengan aslinya, oleh karena itu akta tersebut berdasarkan pasal 165 HIR / 1868 KUH Perdata, memiliki nilai pembuktian sempurna dan mengikat;

Menimbang bahwa keterangan saksi 1 dan saksi 2 Penggugat tersebut memenuhi syarat-syarat formal sebagai saksi berdasarkan Pasal 76 Undang undang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama Jo. Pasal 171 HIR Jo. Pasal 22 Peraturan Pemerintah RI. nomor 9 tahun 1975, maka sepanjang mengenai sesuatu yang dilihat sendiri dan atau dialami sendiri, keterangan saksi tersebut bernilai sebagai alat bukti yang sah dan dapat diterima sebagai alat bukti; 

Menimbang, bahwa atas dasar tuntutan yang dikemukakan Penggugat dan berdasarkan bukti-bukti yang diajukan Penggugat, Majelis Hakim akan mempertimbangkan tuntutan Penggugat sebagaimana terurai dalam surat gugatan Penggugat petitum angka 2 sebagai berikut : 

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.1 serta berdasarkan keterangan saksi I dan saksi II yang saling bersesuaian, telah terbukti bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami Istri  yang menikah berdasarkan Hukum Islam, oleh karenanya maka terbukti secara sah menurut hukum bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami istri; 

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi I dan saksi II yang saling bersesuaian, telah terbukti bahwa setelah menikah Penggugat dan Tergugat tinggal bersama di rumah orang tua Tergugat di Desa Sidorejo, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo  dan telah hidup layaknya suami istri dan sudah dikaruniai 1 anak Anak I (1) yang saat ini tinggal dan diasuh oleh Penggugat; 

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi I dan saksi II yang saling bersesuaian, telah terbukti bahwa dalam rumah tangga Penggugat dan Tergugat sering terjadi perselisihan dan pertengkaran dan berdasarkan keterangan saksi I dan saksi II terbukti pula bahwa penyebab pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat tersebut adalah karena Tergugat suka KDRT dan Tergugat menjalin hubungan cinta dengan perempuan lain; 

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan  saksi I dan saksi II yang saling bersesuaian dapat dikonstantir sebagai fakta hukum bahwa Tergugat telah meninggalkan Penggugat sehingga sampai dengan saat ini mereka berdua telah pisah rumah selama 4 bulan dan selama itu mereka berdua tidak lagi menjalankan kewajiban sebagai suami istri secara utuh;

Menimbang, bahwa atas kejadian yang menimpa rumah tangga Penggugat dan Tergugat tersebut diatas saksi I dan saksi II serta Majelis hakim Pengadilan Agama Sidoarjo telah mendamaikan atau menasehati Penggugat dan Tergugat agar kembali rukun namun tidak berhasil;

 Menimbang, bahwa disyariatkannya pernikahan sebagai mitsaqan ghalidhan mempunyai tujuan yang suci dan mulia, yakni untuk menciptakan rumah tangga yang sakinah mawaddah dan rahmah, sebagaimana dimaksud dalam Al-Qur'an surat Ar Rum ayat 21 dan pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Jo. pasal 3 Kompilasi Hukum Islam, namun dengan keadaan rumah tangga Penggugat dan Tergugat tersebut, maka tujuan pernikahan tersebut menjadi sulit untuk bisa dicapai;

Menimbang, bahwa fakta-fakta tersebut diatas telah menunjukkan bahwa perkawinan Penggugat dan Tergugat benar-benar telah pecah dan telah sampai pada taraf yang sudah tidak bisa didamaikan lagi karena Penggugat telah jera dan menolak untuk melanjutkan perkawinannya dengan Tergugat. Dengan demikian penyelesaian yang dipandang adil dan bermanfaat bagi kedua belah pihak adalah perceraian; 

Menimbang, bahwa pada dasarnya menurut ajaran Islam perceraian merupakan perbuatan halal yang paling dimurkai Allah SWT, namun dalam keadaan suami istri sudah tidak bisa saling mencintai lagi dan telah terjadi sikap jera dan menolak sebagaimana yang dialami oleh Penggugat tersebut, maka perceraian dibolehkan, dalam hal ini Majelis Hakim mengambil alih dan menjadikan pertimbangan sendiri, pendapat Sayyid Sabiq dalam Kitab Fiqih Sunnah Juz II halaman 248; 



Artinya : 

“ Jika dalil gugatan terbukti di depan persidangan baik dengan bukti yang diajukan oleh istri atau pengakuan suami, dan konflik rumah tangga telah parah sedemikian rupa sehingga tidak ada harapan untuk rukun kembali dan Hakim juga tidak mampu mendamaikan kedua belah pihak, maka Hakim dapat  menjatuhkan talak bain suami terhadap istrinya “ ;

Menimbang, bahwa dengan merujuk pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 237/K/ AG/1998, tanggal 17 Maret 1999 yang mengandung abstrak hukum bahwa rumah tangga yang diwarnai perselisihan, percekcekcokan, tidak bersedia tinggal dalam satu tempat kediaman bersama, salah satu pihak tidak berniat untuk meneruskan kehidupan bersama dengan pihak lain,  adalah merupakan fakta hukum yang cukup untuk alasan dalam suatu perceraian sesuai dengan maksud pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka dalil gugatan Penggugat cukup beralasan dan telah memenuhi ketentuan pasal 39 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, oleh karenanya maka petitum gugatan Penggugat agar Pengadilan menjatuhkan talak satu bain sugro Tergugat terhadap Penggugat dapat dikabulkan;

Menimbang, bahwa Tergugat  tidak pernah hadir di muka sidang meskipun ia telah dipanggil dengan resmi dan patut sedangkan ketidak hadirannya tidak terbukti disebabkan suatu halangan yang sah maka Tergugat dinyatakan tidak hadir. Kemudian oleh karena gugatan Penggugat   telah memenuhi alasan hukum dan tidak melawan hak, maka berdasarkan Pasal 125 HIR gugatan Penggugat dikabulkan dengan verstek; 

Menimbang, bahwa oleh karena perkara ini masuk dalam bidang perkawinan, maka sesuai Pasal 89 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009, biaya perkara dibebankan kepada Penggugat.


  1. Putusan

Mengingat, semua pasal dalam peraturan perundang-undangan dan hukum Islam yang berkaitan dengan perkara ini :

  1. Menyatakan Tergugat  telah dipanggil secara resmi dan patut untuk menghadap di muka sidang, tidak hadir ; 

  2. Mengabulkan gugatan Penggugat secara verstek ;

  3. Menjatuhkan talak satu ba'in sughro  Tergugat  ( TERGUGAT ) terhadap Penggugat ( PENGGUGAT ) ;

  4. Membebankan kepada Penggugat untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 451000,-  ( empat ratus lima puluh satu ribu  rupiah ).

Demikian putusan ini dijatuhkan pada hari Kamis tanggal 26 April 2018 Masehi bertepatan dengan tanggal 11 Syakban 1439 Hijriyah dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Agama Sidoarjo oleh kami  Drs. H. Amar Hujantoro, M.H. sebagai  Ketua Majelis,  Siti Aisyah, S.Ag., M.H. dan Hj. Siti Aisyah, S.Ag., M.HP. masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan mana dibacakan pada hari itu juga oleh Majelis tersebut dalam sidang terbuka untuk umum dengan dibantu oleh Dra. Nurhayati, S.H. sebagai Panitera Pengganti, dengan dihadiri oleh Penggugat dan  tanpa hadirnya Tergugat.


  1. Analisis Putusan Perkara

Putusan hakim Pengadilan Agama Nomor 1045/Pdt.G/2018/PA.Sda tentang cerai gugat diucapkan oleh Ketua Majelis hakum  dalam persidangan terbuka untuk  umum dengan dihadiri hakim-hakim anggota, panitera pengganti dan dihadiri oleh penggugat dan tanpa dihadiri oleh tergugat.

Putusan hakim Pengadilan Agama Sidoarjo Nomor 1045/Pdt.G/2018/PA.Sda tentang cerai gugat merupakan jenis putusan verstek /In Absensia (pasal 125 HIR/149 R.Bg) yakni putusan yang dijatuhkan karena tergugat dalam hal ini suami  Abdul Jamal bin Mubin tidak hadir meskipun telah dipanggil secara resmi. Putusan verstek dijatuhkan karena telah dipenuhi syarat-syarat berikut :1) Tergugat telah dipanggil secara dan resmi dan patut; 2) Tergugat tidak hadir dalam sidang dan tidak mewakilkan kepada orang lain  serta tidak ternyata pula bahwa ketidakhadirannya itu karena sesuatu alasan yang sah; 3) Tergugat tidakk mengajukan tangkisan/eksepsi mengenai kewenangan; 4) Penggugat hadir di persidangan; 5) Penggugat mohon keputusan.

Dengan ketidakhadiran penggugat di persidangan, maka upaya mediasi  sesuai PERMA no. 1 tahun 2008 tidak dapat dilaksanakan, maka persidangan dilanjutkan dengan pembuktian dari penggugat.

Pembuktian merupakan salah satu tahapan dalam hukum acara perdata. Pembuktian secara yuridis memberikan dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memerikasa perkara yang bersangkutan guna memberikan kepastian tentang kebenaran  peristiwa yang diajukan.

Putusan hakim Pengadilan Agama Nomor 1045/Pdt.G/2018/PA.Sda. tentang cerai gugat dalam pembuktiannya telah memenuhi syarat administratif karena penggugat dalam gugatannya telah menyertakan bukti P-1, P-2, P-3, dan P-4 sebagai alat bukti tertulis berupa Fotokopi Kutipan Akta Nikah Nomor 0880/39/XII/2016, Fotokopi Surat Keterangan atas nama Penggugat Nomor 3515112003/Surket/01/151117/0004, Fotokopi Akta Kelahiran atas nama Anak I nomor 3515-LT-02012018-0042 Foto screanshoot. Selain mengajukan alat bukti tertulis penggugat juga mengajukan 2 orang saksi kedua orangtuanya di bawah sumpahnya di depan sidang pengadilan memberikan keterangan yang menguatkan keterangan dan alasan gugatan penggugat.

Berdasarkan alat-alat bukti di atas dan alasan-alasan penggugat dalam positanya, maka ditemukan fakta –fakta hukum sebagai berikut : 1) Penggugat dan tergugat adalah pasangan suami isteri yang sah; 2) Semula kehidupan rumah tangga Penggugat dan Tergugat berjalan tentram, bahagia dan harmonis tetapi; 3) Sejak bulan  Februari 2017 rumah tangga Penggugat dan Tergugat sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan: a. Tergugat tidak memberi nafkah belanja kepada Penggugat sejak November 2017; b. Tergugat memakai obat-obatan terlarang; c. Tergugat melakukan kekerasan dalam rumah tangga; d. Tegugat memiliki hubungan dengan perempuan lain;   4) Perselisihan dan pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat memuncak meskipun telah di tempuh upaya damai namun tidak berhasil; 5) Akhirnya sejak bulan November tahun 2017 Penggugat pulang ke rumah orang tuanya meninggalkan Tergugat,sehingga antara Penggugat dan Tergugat sekarang telah pisah rumah selama 4 bulan.

Maka atas dasar fakta-fakta hukum tersebut di atas, putusan Hakim didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan : Secara faktual hubungan rumahtangga penggugat dan tergugat sudah pecah dan tidak harmonis dalam memenuhi hak dan kewajiban suami isteri, sehingga pernikahan sebagai mitsaqan ghalidhan mempunyai tujuan yang suci dan mulia, yakni untuk menciptakan rumah tangga yang sakinah mawaddah dan rahmah, sebagaimana dimaksud dalam Al-Qur'an surat Ar Rum ayat 21 dan pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Jo. pasal 3 Kompilasi Hukum Islam, namun dengan keadaan rumah tangga Penggugat dan Tergugat tersebut, maka tujuan pernikahan tersebut menjadi sulit untuk bisa dicapai.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka dalil gugatan Penggugat cukup beralasan dan telah memenuhi ketentuan pasal 39 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, oleh karenanya maka permohonan penggugat untuk Pengadilan menjatuhkan talak satu bain sugro Tergugat terhadap Penggugat dikabulkan dengan biaya perkara dibebankan kepada Penggugat. 


________________________________________________

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 

  1. Putusan Nomor 1045/ Pdt.G/2018/PA.Sda berdasarkan bentuknya telah memenuhi syarat sebuah putusan meliputi Kepala putusan, Identitas pihak-pihak yang berperkara, Ringkasan gugatan, Petitum, Amar putusan (diktum), dan keterangan lainnya. Adapun jenis putusannya merupakan putusan verstek. 

  2. Dasar pertimbangan hakim dalam putusan Nomor 1045/ Pdt.G/2018/PA.Sda dengan menjatuhkan talak satu ba’in sughro bagi penggugat bahwa tergugat telah  terbukti secara nyata dan meyakinkan  dengan bukti dokumen dan saksi-saksi telah melanggar taklik talak yakni melakukan kekerasan dalam rumah tangga / KDRT dan membiarkan (tidak memperdulikan) istri selama 4 bulan. 


3.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka peneliti memberikan saran sebagai berikut :

  1. Keluarga yang harmonis merupakan dambaan setiap pasangan suami istri, oleh karena itu dalam suatu kehidupan rumah tangga kita harus dapat menjaga keutuhannya jangan sampai mengedepankan nafsu semata sehingga berbuat zina dan menodai kesucian rumah tangga. 

  2. Bagi Majelis Hakim dalam memutus suatu perkara hendaknya dapat mempertimbangkankan nilai-nilai keadilan bagi para pihak, tidak hanya berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang ada. Antara normatif tekstual dengan nilai-nilai keadilan keduanya.

________________________________________________

DAFTAR PUSTAKA

Abdur Rahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘ala Madzhib al-Arba’ah, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2003 M), IV. Hlm. 342.

Alhamdani, Risalah Nikah : Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1996, Cet.1, hlm. 1509.

Bhuana Ilmu Populer, 2017. 3 Kitab Undang-Undang KUHPer-KUHP-KUHAP beserta penjelasannya. (Jakarta: Gramedia). 

Muhammad Syaifuddin, dkk. Hukum Perkawinan. 

Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/ IAIN Jakarta, Op.cit., hal. 230-231.

R.Soesilo. RIB/HIR. Bandung: Politeia. 

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, jilid 8, diterjemahkan oleh Moh. Thalib, Bandung : Al Ma'arif, 1980, cet. 1, hlm. 68

Sayyid Sabiq , Fiqhus Sunnah, (Baerut: Dar al-Fikr, t.t.), Juz 3 hal. 99

Wahbah Al-Zuhali, Al-Fiqhu Al-Islam wa ‘Adillatu, jilid 9, diterjemahkan oleh ‘Abdu Al Hayyie Al Kattani, Jakarta: Gema Insani, 2011, hlm. 319.

Wahbah az-Zuhaili, Fiqhul Islam wa Adillatuhu, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1985 M), hlm. 480-481.

2012. Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. (Bandung: Citra Umbara).

https://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/f921ede372e575e2923867f2dc6c7a26

________________________________________________

LAMPIRAN











Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pelaksanaan Perlindungan Hutan

     Pada prinsipnya yang bertanggung jawab dalam perlindungan hutan, adalah Instansi Kehutanan di Daerah Tingkat I, yang meliputi: Kantor W...