Pada prinsipnya yang bertanggung jawab dalam perlindungan hutan, adalah Instansi Kehutanan di Daerah Tingkat I, yang meliputi: Kantor Wilayah Departemen Kehutanan, Dinas Kehutanan, Unit Perum Perhutani, dan Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Departemen Kehutanan. Namun, tidak menutup kemugkinan terlibat pihak lain, seperti pemegang izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH)/Hak Penguasahaan Hutan Tanaman Indusri yang bertanggung jawab atas perlindungan hutan di areal hak pengusahaan hutannya masing-masing.
Pejabat yang diberikan wewenang khusus dalam bidang kepolisian adalah Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di bidang Kehutanan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 huruf b Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana jo. Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Pejabat Penyidik Negeri Sipil di bidang kehutanan berwenang untuk :
1. Mengadakan patroli atau perondaan didalam kawasan hutan dan wilayah hutan.
2. Memeriksa surat-surat yang berkaitan dengan pengangkutan hasil hutan didalam kawasan hutan atau wilayah sekitar hutan dan daerah-daerah lain yang oleh Pemerintah Daerah ditentukan sebagai wilayah kewenangan Pejabat tersebut untuk memeriksa hasil hutan.
3. Menerima laporan tentang telah terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan dan kehutanan.
4. Mencari keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana dibidang kehutanan.
5. Memeriksa tersangka untuk menyerahkan kepada penyelidik Polri, dalam hal tertangkap tangan.
6. Membuat dan menandatangani laporan tentang terjadinya tindak pidana di bidang kehutanan
(Pasal 16 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985).
Disamping kewenang itu, Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang kehutanan berkewajiban untuk :
1. Menerima laporan atau pengaduan tentang telah terjadinya tindak pidana yang telah menyangkut hutan dan kehutanan.
2. Menyuruh berhenti dan memeriksa tanda pengenal seseorang yang berada dalam kawasan hutan dan wilayah sekitar hutan.
3. Melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana di bidang kehutanan.
4. Memanggil seeorang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi tindak pidana di bidang kehutanan.
5. Mmebuat dan menandatangani berita acara.
6. Mengadakan pengehentian penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tenatng adanya tindak pidana di bidang kehutanan.
7. Meminta petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik Polri (Pasal 17 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar